PANCASILA DAN MODERASI BERAGAMA: APAKAH SEJALAN?


Pancasila dan Islam
merupakan dua hal yang selalu menjadi perdebatan perihal keterkaitan antara keduanya.
Pro kontra mengenai keduanya masih menjadi polemik yang selalu diperbincangkan.
Jika melihat ke belakang, salah satu berita yang pernah fenomenal mengenai “Puluhan
Pegawai KPK Tidak Lulus Tes TWK” karena dihadapkan pada deretan ‘pertanyaan
konyol’ seputar Pancasila dan Islam.
Salah satu
pertanyaan yang berhasil mencuri perhatian publik adalah “Pilih Pancasila
atau Al-Qur’an?”. Pertanyaan ini terang saja mengundang polemik. Bagaimana
tidak, kita dihadapkan pada pilihan jika memilih Pancasila, maka kita dianggap tak
agamais bahkan atheis. Dan hal sebaliknya juga berlaku demikian, ketika kita
memilih agama maka kita akan dicap tidak Pancasilais bahkan radikal. Padahal
jika menilik sejarah lahirnya Pancasila, nilai-nilai Islam tidak terpisahkan dengan
nilai-nilai yang terkandung pada Pancasila khususnya pada sila pertama
“Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Jika berbicara
sejarah lahirnya Pancasila, Piagam Jakarta yang awalnya memuat sila Pancasila memiliki
perbedaan dengan Pancasila yang termaktub dalam Pembukaan UUD NRI 1945 terkhusus
di sila pertama. Pada Piagam Jakarta, sila pertama menyebutkan “ Ketuhanan, dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.” kemudian
diubah menjadi “Ketuhanan yang Maha Esa”. Tentunya bukan tanpa sebab
musabab.
Polemik mulai
bermunculan menentang sila pertama yang dianggap condong pada satu agama
(Islam) saja. Polemik ini datang terutama dari Indonesia Timur yang mayoritas
beragama Nasrani atau Nonmuslim. Hal tersebut menyiratkan makna bahwa para founding
fathers berusaha keras untuk tetap mempertahankan Indonesia dengan tetap
memegang teguh persatuan bangsa namun tetap mempertahankan nilai-nilai Islam
melalui kata ‘Esa’ yang merupakan representatif dari ajaran Tauhid pada agama
Islam. Berangkat dari hal tersebut, kita mampu memahami bahwa Pancasila dan
Islam bukanlah dua hal yang saling bertentangan namun merupakan hal yang saling
berkaitan.
Pancasila lahir dari kompromi berbagai agama di Indonesia dengan Islam sebagai payungnya. Hal ini menjadi dasar yang kuat untuk mematahkan stigma mengenai Pancasila dan Islam yang saling berbenturan dan keduanya jelaslah bukan merupakan hal yang lebih utama daripada yang lain. Sebagai Warga Negara Indonesia tentunya kita wajib memegang teguh nilai-nilai luhur Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Namun di sisi lain, sebagai seorang muslim kita dituntut pula harus menjalankan perintah agama dan menjauhi laranganNya. Dan perlu digarisbawahi bahwa keduanya berkaitan satu sama lain dan berjalan secara sinergis.
Istilah moderasi agama tentunya bukanlah hal yang asing dewasa ini. Pemerintah melalui Kementerian Agama berusaha untuk menggaungkan cara beragama yang benar yang tidak condong kepada fanatisme maupun atheisme. Lalu mengapa memilih istilah ‘moderasi beragama’ dibanding ‘deradikalisasi agama’? karena deradikalisasi agama ditujukan secara terbatas hanya pada kalangan radikal, fanatik, ekstrimis dan teroris semata. Namun, moderasi menjangkau hal yang lebih luas yang juga termasuk didalamnya kalangan liberal maupun atheis dalam menginterpretasikan agama.
Salah satu
pernyataan Yaqut Cholil Qoumas, Menteri Agama RI (2020-2024) dalam merefleksikan nilai
moderasi beragama adalah “Jadikan Agama sebagai wasilah (media,
perantara, sarana atau jalan menuju puncak) bukan sebagai ghoyah (puncak
atau tujuan) dalam mencapai keridhoan Tuhan”. Sehingga apapun agama yang
dianut oleh seseorang tidak dijadikan standar menilai benar atau salah dalam
melihat berbagai perspektif. Karena pada hakikatnya, tujuan dari semua agama
itu adalah sama yaitu mencapai keridhoan Tuhan. Namun disisi lain, sebagai
penganut agama Islam sudah seharusnya kita meyakini bahwa agama yang kita anut
merupakan agama yang paling benar.
Pancasila sebagai konsensus nasional tentunya memiliki banyak sekali tantangan selama perjalanannya dalam menghadapi masyarakat majemuk di Indonesia. Mulai dari gerakan PKI hingga gerakan teroris yang membawa bendera khilafah berulang kali mencoba melengserkan Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia. Moderasi beragama merupakan sebuah solusi yang digaungkan pemerintah sebagai upaya merawat Pancasila.
Perlu ditegaskan
bahwa yang dimoderasi adalah cara beragamanya bukan agamanya. Karena pada
hakikatnya agama tidak perlu dimoderasi, sebab agamalah yang mengajarkan cara
bermoderasi. Sehingga, sampai pada kesimpulan bahwa bukan agamanya yang harus
dimoderasi tetapi persepsi dan sikap umat beragama dalam memaknai dan menjalankan
agamanya yang perlu dimoderasi. Tidak ada agama yang mengajarkan tentang
ekstrimisme, tetapi beberapa orang memaknai dan menjalankan ajaran agamanya
secara ekstrem.
Fachrul Razi Menteri Agama RI (2019-2020), moderasi beragama yang berlandaskan Pancasila adalah sejalan, dimana kehidupan beragama yang diharapkan adalah kehidupan beragama yang sejalan dengan nilai-nilai Pancasila, antara lain: a. Kehidupan beragama yang menghargai kesepakatan dan musyawarah bukan hanya mau menang sendiri; b. Kehidupan beragama yang memberi rasa keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia, apapun agama dan aliran agamanya; dan c. Kehidupan beragama yang dapat mempersatukan Indonesia bukan memecah belah.
Support by:
Komentar
Posting Komentar